Rabu, 27 April 2016

Pengetahuan Dhamma: Solusi untuk Masalah Remaja


Remaja merupakan masa peralihan dari anak menuju dewasa. Pada masa inilah timbul banyak gangguan dalam penyesuaian diri sehingga munculah remaja-remaja bermasalah. Masalah yang dialami dapat timbul dari dalam diri (internal) sebagai proses penyesuaian diri terhadap perkembangan fisik dan psikologi, serta dari luar (eksternal) sebagai proses interaksi dengan lingkungan keluarga, pergaulan, masyarakat, budaya, dan penggunaan teknologi. Masalah-masalah yang dihadapi remaja antara lain: masalah moral, masalah pergaulan, masalah emosional, masalah hubungan dengan orang tua, dan masalah gaya hidup.
            Ada masalah tentu ada solusi. Berbagai cara dapat dilakukan untuk membantu remaja mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya. Perhatian orangtua, bimbingan konseling, pendidikan dan penyuluhan, serta bimbingan spiritual dapat membantu mengatasi masalah-masalah remaja. Dapatkah pengetahuan Buddha Dhamma turut memberikan solusi bagi kehidupan remaja?

REMAJA DAN MASALAHNYA
            Remaja (Latin: Adolenscence) berarti tumbuh menjadi dewasa, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1992). Masa remaja merupakan masa peralihan atau perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis,kognitif, dan social-emosional. Masa remaja berlangsung antara umur 12-21 tahun bagi wanita, dan 13-22 tahun bagi pria (Sundari, 2004). Ciri-ciri remaja adalah sebagai berikut:
1.        Pertumbuhan fisik
Remaja mengalami pertumbuhan fisik yang lebih cepat dibandingkan masa anak-anak dan masa dewasa.
2.        Perkembangan seksual
Remaja mengalami perkembangan alat reproduksi, hormon, dan fertilitas
3.        Perubahan cara berfikir
Remaja mulai memiliki cara berpikir kausatif yaitu menyangkut hubungan sebab akibat
4.        Emosi yang meluap-luap
Keadaan emosi remaja masih labil, suatu saat bias sedih sekali dan dilain waktu marah sekali.
5.        Mulai tertarik lawan jenis
Dalam kehidupan sosial, remaja mulai melakukan pendekatan terhadap lawan jenis dan berpacaran (proses mengenal lawan jenis lebih dekat)
6.        Mencari perhatian dari lingkungan
Remaja ingin diperhatikan oleh keluarga, sahabat, dan lingkungan sekitar.
7.        Terikat dengan kelompok
Remaja tertarik untuk membuat kelompok teman sebaya dan kelompok yang sehobi
            Masa remaja merupakan masa yang sulit dan sering disebut masa stress and storm. Remaja dihadapkan pada perubahan-perubahan yang membuatnya bingung. Tidak hanya perubahan fisik yang berkembang pesat, namun juga perubahan lingkungan yang memaksa remaja untuk menjadi dewasa. Lingkungan mengharapkan remaja bias bertanggung jawab seperti halnya orang dewasa. Perubahan-perubahan ini membuat remaja mengalami kebingungan terhadap jati dirinya. Sehingga sebagian besar remaja mengalami masalah baik itu dengan orang tua, teman, pacar, maupun kehidupan di sekolah.
            Remaja memiliki rasa ingin tahu yang besar, dan mudah sekali terpengaruh arus perkambangan zaman. Kadang mereka tidak dapat mengendalikan rasa ingin tahunya sehingga berani mencoba-coba sesuatu yang belum saatnya mereka alami. Ditambah pergaulan yang tidak baik juga dapat menimbulkan masalah yang serius. Tidak heran kita temukan kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh remaja. Remaja dituntut untuk mandiri dan memiliki tanggung jawab atas dirinya sendiri, namun tentu saja mereka masih membutuhkan pendampingan dari orang tua, guru, dan orang-orang dewasa untuk menghadapi masalah kehidupan remaja. Mereka perlu diberikan bekal pengetahuan yang cukup sehingga dapat mencari solusi untuk masalah-masalah mereka.

KRISIS MORAL REMAJA
            Permasalahan krisis moral di kalangan remaja saat ini telah menjadi masalah yang cukup serius. Banyak remaja yang mengesampingkan nilai-nilai etika dan terbawa arus budaya barat yang kurang sesuai dengan adat istiadat masyarakat. Generasi muda mengalami gejolak, benturan norma dan persoalan nilai yang kurang ditanamkan orang tua dan munculnya usaha generasi muda untuk megadakan perubahan nilai dalam masyarakat yang umumnya bertentangan dengan generasi tua. Penyimpangan moral remaja biasanya diwujudkan dalam bentuk kenakalan. Santrock (2003) menjelaskan kenakalan remaja berdasarkan tingkah laku, yaitu;
1.        Tindakan yang tidak dapat diterima oleh lingkungan sosial karena bertentangan dengan nilai-nilai norma- norma dalam  masyarakat.
Contoh: berkata kasar pada guru, orang tua.
2.        Tindakan pelanggaran ringan
Contoh: membolos sekolah, kabur pada jam mata pelajaran tertentu dll.
3.        Tindakan pelanggaran berat yang merujuk pada semua tindakan kriminal yang dilakukan oleh remaja.
Contoh: mencuri, seks pranikah, menggunakan obat-obatan terlarang.
            Lima aturan moralitas (Pancasila Buddhis) merupakan landasan moral bagi umat Buddha. Pengenalan dan pengamalan pancasila harus ditanamkan pada remaja untuk mewujudkan manusia susila sehingga tidak terjadi penyimpangan moral. Dasar pelaksanaan sila adalah rasa malu berbuat jahat (Hiri) dan takut akan akibat perbuatan jahat (Ottapa). Lima aturan moralitas Buddhis adalah sebagai berikut:
1.        Aku bertekad melatih diri menghindari pembunuhan
Semua makhluk hidup ingin mempertahankan kehidupannya dan berharap untuk hidup selama mungkin. Tidak ada yang berhak mengambil kehidupan makhluk lain, termasuk melukai dan menyakiti secara fisik dengan alasan apapun. Dasar dari pelaksanaan sila ini adalah cinta kasih dan kasih sayang kepada semua makhluk. Akibat dari pelanggaran sila ini adalah dapat memperpendek usia, sakit-sakitan serta terlahir di alam sengsara.
Apabila seorang remaja telah memahami dan mampu menjalankan sila ini dengan baik, maka ia tidak akan melakukan pelanggaran, seperti: tawuran, berkelahi, melukai orang lain, melakukan tindakan penganiayaan, dan pembunuhan.
2.        Aku bertekad melatih diri menghindari mengambil barang yang tidak diberikan
Semua orang memiliki harta bendanya masing-masing dan ingin mempertahankannya selama mungkin. Dasar pelaksanaan sila ini adalah rasa saling menghargai kepemilikan orang lain. Akibat dari pelanggaran sila ini adalah terlahir miskin dan serba kekurangan.
Apabila seorang remaja telah memahami dan mampu menjalankan sila ini dengan baik, maka ia tidak akan melakukan pelanggaran, seperti: mencuri, menjambret, membegal, dan plagiat.
3.        Aku bertekad melatih diri menghindari perbuatan asusila
Perbuatan asusila diartikan sebagai hubungan seks yang tidak sah. Tujuan dari sila ini adalah untuk meredam nafsu seksual yang meluap-luap yang dapat mengakibatkan tindakan penyimpangan. Dalam hal kesehatan juga bermanfaat untuk mencegah HIV/Aids. Akibat dari pelanggaran sila ini adalah tidak dapat membina hubungan yang lama dengan pasangan dan terlahir di alam binatang.
Apabila seorang remaja telah memahami dan mampu menjalankan sila ini dengan baik, maka ia tidak akan melakukan pelanggaran, seperti: selingkuh, perkosaan dan seks pranikah.
4.        Aku bertekad melatih diri menghindari ucapan bohong
Sila ini bertujuan agar tidak menyebabkan orang lain tersesat dan tertipu, termasuk menghindari pencemaran nama baik dan reputasi. Sudah seharusnya kita berucap benar, jujur, bermanfaat, dan dilandasi cinta kasih. Ucapan dapat lebih tajam daripada pisau. Menjaga ucapan dapat memelihara keharmonisan. Akibat dari pelanggaran sila ini adalah tidak dipercaya orang lain dan tidak punya teman.
Apabila seorang remaja telah memahami dan mampu menjalankan sila ini dengan baik, maka ia tidak akan melakukan pelanggaran, seperti: ucapan kasar, menyontek, ingkar janji, memfitnah, PHP.
5.        Aku bertekad melatih diri menghindari makanan dan minuman yang melemahkan kesadaran
Kesadaran yang melemah dapat mengacaukan pikiran. Dalam kondisi mabuk, seseorang dapat tanpa sadar melakukan pembunuhan, pencurian, tindakan asusila, dan ucapan kasar. Akibat dari pelanggaran sila ini adalah mengalami kerugian bagi diri sendiri, dikarenakan lemahnya kewaspadaan harta bendanya tidak terjaga, keluarga tidak terjaga, kesehatan memburuk dan dicap negatif oleh lingkungan.
Apabila seorang remaja telah memahami dan mampu menjalankan sila ini dengan baik, maka ia tidak akan melakukan pelanggaran, seperti: mengkonsumsi alkohol, ganja, dan narkoba.

MASALAH PERGAULAN REMAJA
            Sebagai makhluk sosial, manusia tak lepas dari orang lain. Begitu pula dengan remaja. Ia memerlukan interaksi dengan orang lain untuk mencapai kedewasaannya. Masalah yang timbul adalah bagaimana seorang remaja itu bergaul, dengan siapa, dan apa dampak pergaulan tersebut bagi dirinya, orang lain, dan lingkungan. Pergaulan remaja zaman sekarang memang sangat memprihatinkan. Tidak jarang berbagai berita mengenai kenakalan remaja bermunculan. Mulai dari geng motor tawuran, seks bebas, sampai pada penggunaan narkotika. Ini menunjukkan bahwa pergaulan remaja saat ini sudah tidak sehat lagi. Cara bergaul remaja seperti sekarang ini tentu saja menimbulkan dampak negatif berkaitan dengan kualitas generasi muda. Remaja memang bebas bergaul dengan siapa saja, membuat kelompok kegemaran, melakukan aktivitas bersama sebagai penyaluran hobi, namun tetap ada batasan-batasannya.
            Dalam bergaul harus pandai memilih sahabat. Dalam Sigalovada-sutta dijelaskan mengenai sahabat baik (Kalyanamitta) dan sahabat palsu (Akalyanamitta). Terdapat empat macam sahabat baik, yaitu:
1.     Sahabat yang suka menolong ( upakaro mitto )

  • Ia yang menjaga dirimu sewaktu lengah;
  • Ia yang menjaga harta bendamu sewaktu engkau lengah;
  • Ia yang menjaga dirimu sewaktu dalam ketakutan;
  • Ia memberi bantuan dua kali daripada yang engkau perlukan

2.     Sahabat pada waktu senang dan susah ( samanasukha dukkhomitto )

  • Ia menceritakan rahasia-rahasia dirinya kepadamu;
  • Ia menjaga rahasia-rahasia dirimu;
  • Ia tidak meninggalkan dirimu sewaktu engkau berada dalam kesulitan;
  • Ia bahkan bersedia mengorbankan hidupnya demi kepentinganmu.

3.      Sahabat yang memberi nasehat baik ( atthakhayamitto)

  • Ia mencegah dirimu berbuat jahat;
  • Ia menganjurkan dirimu untuk berbuat benar;
  • Ia memberitahukan apa yang belum pernah engkau dengar;
  • Ia menunjukan jalan ke surga.

4.      Sahabat  yang bersimpati ( anukampakamitto ).

  • Ia tidak merasa gembira terhadap kesengsaraanmu;
  • Ia merasa senang atas kesejahteraanmu;
  • Ia mencegah orang lain berbicara jelek tentang dirimu;
  • Ia membenarkan orang lain memujimu.

Terdapat empat orang yang harus dipandang sebagai musuh yang berpura-pura sebagai sahabat (Akalyanamitta) yaitu:
1.     Orang yang tamak ( Annadathuro )

  • Ia yang tamak;
  • Ia memberi sedikit dan meminta banyak;
  • Ia melakukan kewajibannya karena takut;
  • Ia hanya ingat akan kepentingannya sendiri.

2.        Orang yang banyak bicara tetapi tidak berbuat sesuatu ( Vaci paramo )

  • Ia menyatakan bersahabat berkenaan dengan hal-hal yang lampau;
  • Ia yang menyatakan persahabatan berkenaan dengan hal-hal yang mendatang;
  • Ia berusaha untuk mendapatkan simpati dengan kata-kata kosong;
  • Bila ada kesempatan untuk membantu, ia menyatakan tidak sanggup.

3.      Penjilat ( Annuppiyabhani )

  • Ia menyetujui hal-hal yang salah;
  • Ia tidak menganjurkan hal-hal yang benar;
  • Ia akan memuji dihadapanmu;
  • Ia berbicara jelek tentang dirimu dihadapan orang-orang lain.

4.      Pemboros  ( Apayasahayo ).

  • Ia menjadi kawanmu apabila enkau gemar minum minuman keras;
  • Ia menjadi kawanmu apabila engkau gemar berkeliaran di jalan-jalan pada waktu yang tidak pantas;
  • Ia menjadi kawanmu apabila engkau mengejar tempat-tempat hiburan;
  • Ia menjadi kawanmu apabila engkau gemar berjudi.


GEJOLAK EMOSIONAL REMAJA
Emosi menjadi isu menarik pada usia remaja. Masa remaja sering disebut sebagai masa topan dan badai. Istilah tersebut muncul tidak lain karena gejolak emosi yang terjadi pada masa remaja yang begitu dinamis. Masa remaja awal adalah masa dimana terjadinya fluktuasi emosi (naik-turun) yang intensitas waktunya lebih sering. Remaja dapat menjadi manusia yang paling bahagia suatu waktu dan kemudian menjadi manusia paling menyedihkan di saat lainnya.
Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang tinggi. Perubahan fisik dan kelenjar serta lingkungan mempengaruhi perkembangan emosi pada remaja. Perubahan fisik pada remaja, terutama organ-organ seksual yang mempengaruhi berkembangnya perasaan dan dorongan-dorongan yang baru dialami sebelumnya, seperti rasa cinta, rindu dan keinginan untuk berkenalan lebih intim dengan lawan jenis mempengaruhi perkembangan emosi yang tinggi pada remaja. Meningginya emosi remaja dipengaruhi juga ketika remaja berada di bawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan ketika di masa kanak-kanak remaja kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan tekanan sosial dan kondisi yang baru.
Perasaan marah, sedih, dan bahagia muncul karena perasaan suka dan tidak suka terhadap suatu perubahan. Untuk mengatasinya, kita harus memahami konsep Tilakkhana dalam Agama Buddha. Tilakkhana atau tiga corak umum itu adalah tiga keadaan yang mencengkram segala sesuatu dalam alam semesta ini. Tidak ada suatu bentuk apapun yang bebas dari tiga corak umum tersebut, maka dari itu Tilakkhana merupakan corak universal dari segala sesuatu yang ada. Tiga corak umum tersebut, yaitu:
1.        Anicca (ketidak kekalan)
Segala sesuatu selalu berubah atau segala sesuatu tidak kekal. Buddha mengajarkan bahwa seluruh alam semesta ini adalah ciptaan yang timbul dari sebab-sebab yang mendahuluinya dan tidak kekal. Anicca lakkhana atau corak yang selalu berubah-ubah adalah corak yang khas dari keadaan Viparimana dan Annatha Bhava. Viparimana yaitu suatu perubahan yang radikal di alam semesta yang merupakan perubahan yang disebut dari bentuk ada ke keadaan yang tiada. Annathabhava berarti perubahan yang mengikuti suatu keadaan sedikit demi sedikit.
2.        Dukkha (penderitaan)
Keadaan tidak memuaskan, tidak menyenangkan, kesakitan, kedukaan, kesedihan, penderitaan yang dialami oleh seseorang. Terdapat ungkapan sabbe sankhara dukkha berarti segala sesuatu yang merupakan gabungan unsur-unsur adalah dukkha. Ada tiga jenis dukkha yang dimaksud oleh sang buddha, yaitu dukkha-dukkha, viparimana dukkha dan sankhara dukkha. Dukkha-dukkha yaitu dukkha sebagai penderitaan biasa seperti kelahiran, sakit, tua, kematian, berpisah dengan orang yang dicintai dan berkumpul dengan orang yang dibenci, tidak memperoleh yang diinginkan, keluh kesah dan kesedihan. Viparimana dukkha yaitu dukkha sebagai akibat dari perubahan seperti suatu perasaan bahagia pada waktunya akan berubah dan perubahan ini akan menimbulkan kesedihan, penderitaan dan ketidakbahagiaan. Sankhara dukkha yaitu dukkha sebagai akibat dari keadaan yang bersyarat untuk itu seseorang hatus memahami manusia sebagai gabungan dari lima khandha yang terdiri atas badan jasmani, pikiran, perasaan, pencerapan dan kesadaran.
3.        Anatta (tanpa aku)
Kata anatta secara harafiah berarti tidak ada atta atau jiwa. Dalam hal ini yang dimaksud adalah bahwa di dalam alam semesta ini tidak terdapat jiwa yang kekal abadi yang tidak berubah sepanjang masa.
            Selain memahami konsep Tilakkhana, untuk mengembangkan keseimbangan emosi perlu adanya usaha untuk mengembangkan batin melalui meditasi. Meditasi sangat bermanfaat untuk mengendalikan emosi, menghindari pikiran-pikiran negatif, serta untuk merenungkan sifat-sifat luhur sehingga dapat mengkondisikan batin untuk selalu positive thinking.

REMAJA VS ORANGTUA
Menurut Steinberg (dalam Santrock, 2002: 42) mengemukakan bahwa masa remaja awal adalah suatu periode ketika konflik dengan orang tua meningkat melampaui tingkat masa anak-anak. Peningkatan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu perubahan biologis pubertas, perubahan kognitif yang meliputi peningkatan idealisme dan penalaran logis, perubahan sosial yang berfokus pada kemandirian dan identitas, perubahan kebijaksanaan pada orang tua, dan harapan-harapan yang dilanggar oleh pihak orang tua dan remaja.
Permasalahan yang sering terjadi adalah komunikasi yang tidak sehat antara remaja dengan orangtua dan benturan keinginan antara anak dan orangtua. Kadang remaja lebih mementingkan urusan kelompok teman sebaya sehingga orangtua dinomor duakan. Kadang pula orangtua lebih mementingkan bekerja sehingga anak merasa ditelantarkan. Untuk membangun keharmonisan antara orangtua dan anak perlu didasari rasa cinta kasih, kasih sayang, dan kepedulian serta mampu menjalankan kewajiban-kewajiban baik anak terhadap orangtua maupun orangtua terhadap anak. Kewajiban-kewajiban tersebut tertuang dalam Sigalovada-sutta, antara lain:

- Kewajiban orang tua terhadap anak
1.  Mencegah anak berbuat jahat 
           Orang tua merupakan guru pertama bagi seorang anak. Untuk itu merupakan kewajiban yang utama bahwa orang tua harus mencegah anak untuk berbuat jahat. Seorang anak akan percuma mempunyai pengetahuan intelektual yang tinggi apabila orang tua tidak dapat  mengarahkan anaknya untuk tidak berbuat jahat, karena mempunyai intelektual tinggi belum dapat menjamin seorang anak mempunyai moralitas yang tinggi. Bisa saja dengan kepintarannya ia melakukan hal yang dapat merugikan orang lain seperti halnya membohongi, mencuri dan sebagainya. Untuk itu orang tua mempunyai kewajiban untuk mengarahkan dengan mencegah anak berbuat jahat. 
2.  Menganjurkan anak berbuat baik

Menganjurkan anak berbuat baik merupakan kewajiban orang tua. Salah satu upaya yang dilaksanakan yaitu dengan memberi nasihat dan menganjurkan agar anak melaksanakan pancasila Buddhis yaitu tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berzinah, tidak berbohong dan tidak minum-minuman keras, agar nantinya terbentuk moral yang baik khususnya dalam hal melaksanakan kewajiannya terhadap orang tua.
     3.   Memberikan pendidikan profesional kepada anak
Pendidikan merupakan warisan yang sangat berharga bagi seorang anak. Untuk itu orang diharapkan untuk memberikan pendidikan profesional kepada anak, karena hal tersebut akan mendorong anak untuk hidup mandiri. Dengan mempunyai pendidikan dan ketrampilan maka anak dapat mencari nafkah sediri untuk menunjang hidupnya nanti.
     4.    Mencarikan pasangan yang sesuai untuk anak
Pasangan yang sesuai yaitu mencari pasangan yang memiliki saddha yang sama, artinya yang memiliki keyakinan atau agama yang sama; mencari yang berperangai baik dan berkelakuan baik, mencari yang murah hati dan tidak kikir namun tidak boros yaitu yang memiliki kebijaksanaan yang cukup. Hal tersebut dapat dilaksanakan dengan mengadakan pengamatan yang cukup lama, karena hal itu tidak dapat dilihat hanya melalui bagian luarnya saja.
5.    Menyerahkan harta warisan kepada anak pada saat yang tepat
Menyarahkan harta warisan kepada anak pada saat yang tepat tersebut artinya bahwa warisan tersebut diberikan setelah mereka siap untuk menerimanya, harta kekayaan atau warisan tersebut akan dapat dipergunakan sebagai modal usaha untuk hidup mandiri dalam masyarakat. Untuk itu walaupun orang tua telah mengumpulkan harta kekayaannya dengan bersusah payah, maka ia harus memberikan harta kekayaannya kepada anaknya.

- Kewajiban anak terhadap orangtua
     1.   Dahulu aku telah dipelihara/dibesarkan oleh mereka, sekarang aku akan menyokong mereka
Orang tua merupakan pahlawan bagi hidup seorang anak yaitu ia menjaga dan merawat anak dengan penuh kasih sayang serta melakukan berbagai cara agar anak dapat hidup dengan bahagia. Untuk itu seorang anak harus menyokong orang tua ketika mereka telah beranjak tua dengan tanpa pamrih, karena telah begitu besar jasa orang tua yang telah dilakukan kepada anak.
2.   Melakukan tugas-tugas kewajibanku terhadap mereka
Melakukan tugas-tugas kewajiban terhadap orang tua adalah hal yang sangat penting untuk dilaksanakan oleh anak. Setiap anak seharusnya mengerti apa yang diharapkan dari mereka dan melaksanakan hal-hal tersebut dengan sebaik-baiknya untuk memuaskan orang tua. Adalah kewajiban bagi anak untuk menyenangkan dan membahagiakan orang tua mereka, bila perlu mengorbankan, kesenangan atau kepentingan sendiri demi orang tua. Seorang anak tidak seharusnya tidak hanya memperhatikan mereka dalam hal kesenangan materi akan tetapi juga harus memperhatikan pada kesenangan batin orang tua yaitu dengan Mendorong orang tua agar mereka mengembangkan kemurahan hati, moral etik, kebajikan, kebijaksanaan dan lain sebagainya.
     3.   Menjaga baik-baik garis keturunan dan tradisi keluarga
Menjaga baik-baik garis keturunan dan tradisi keluarga merupakan kewajiban seorang anak untuk melakukannya karena hanya anak yang dapat memelihara garis keturunan (silsilah) dan tradisi keluarga.
    4.   Membuat diriku pantas untuk menerima warisan.
Seorang anak yang baik akan selalu berusaha untuk hidup sesuai dengan Dhamma, tidak bertentangan dengan Dhamma. Demikian juga setelah anak menerima warisan dari orang tua, ia seharusnya mengelola dengan baik, tidak dihambur-hamburkan tetapi seharusnya digunakan untuk modal usaha, atau untuk mengembangkan usaha yang sudah ada, sehingga membawa manfaat bagi dirinya sendiri, bagi keluarganya, maupun bagi lingkungan masyarakatnya atau negaranya.
5.   Mengurus persembahyangan orang tua telah meninggal dunia
Merupakan kewajiban seorang anak untuk mengurus persembahyangan setelah orang tua meninggal dunia. Dalam hal ini seorang anak harus melakukan pattidana atau pelimpahan jasa.
Dalam Dhammapada dikatakan bahwa “Berlaku baik terhadap ibu merupakan kebahagiaan dalam dunia ini; berlaku baik terhadap ayah juga merupakan kebahagiaan” (Dhammapada 332).

REMAJA DAN GAYA HIDUP
Perubahan zaman membawa manusia masuk ke dalam budaya baru, budaya yang modern, dinamis, praktis dan serba instan. Munculnya budaya baru tentu memberikan kontribusi yang beragam baik positif maupun negatif. Barangkali dengan perkembangan layanan teknologi manusia semakin cepat mengakses informasi, melahirkan generasi yang peka zaman dan berwawasan luas, namun tidak menutup kemungkinan memberikan efek negatif bagi si penerima pengaruh tersebut. Pengaruh-pengaruh dapat membentuk suatu watak yang tidak memiliki daya juang dikarenakan segalanya serba instan. Yang sangat mengkhawatirkan ini sangat mempengaruhi para generasi muda khususnya remaja yang terhitung cukup banyak mengkonsumsi layanan teknologi secara instan.
Di sebagian besar masyarakat kita, layanan instan pada berbagai sarana telah menjadi budaya baru di sekeliling kita. Begitu mudahnya kita memperoleh informasi, transportasi, makanan cepat saji. Ironisnya kemudahan-kemudahan tersebut terkadang tidak disesuaikan dengan kontrol yang proporsional, baik kontrol diri maupun kontrol social. Jika dibiarkan ini akan membeku menjadi suatu karakter diri yang akan berperilaku instan pula pada kehidupan sosial. Banyak kasus yang tejadi ketika anak menginginkan sesuatu kepada orang tuanya tidak memahami kondisi orang tuanya memiliki kemampuan untuk memperoleh yang diinginkan atau tidak, yang ia tahu hanya barang yang diminta harus sesegera mungkin ia peroleh, tanpa ada suatu usaha yang sehat. Kasus yang demikian dimungkinkan sebagai buah dari pembiasaan budaya instan yang negatif. Dari gambaran tersebut mengindikasikan bahwa budaya instan dapat mempengaruhi kematangan emosi seseorang.
Menurut Overstreet (dalam Puspitasari dan Nuryoto, 2002) yang mempengaruhi kematangan emosi seseorang salah satunya adalah memiliki kemampuan untuk menjalin hubungan sosial. Pernyataan Overstreeet tersebut menitik beratkan pada kemampuan seseorang untuk menjakin hubungan sosial, dan apabila kita komparasikan dengan perilaku budaya instant memiliki probabilitas yang kuat. Alasannya jelas, bahwa budaya instant mampu membawa seseorang untuk mengurangi kemampuannya melakuklan hubungan sosial. Misalkan saja orang yang sudah menyatu dengan perkembangan tekhnologi komunikasi seperti handphone dan internet, akan enggan bertemu langsung dengan orang lain untuk sekedar tatap muka atau berkomunikasi secara langsung. Tanpa kita sadari hal ini sangat mempengaruhi mentalitas kita yang selalu ingin segala sesuatunya diperoleh secara instant dan bahkan menggunakan cara-cara yang menyimpang. Inilah yang dinamakan dengan mentalitas instantisme (Widodo, 2009).
Permasalahan sentral berkaitan dengan gaya hidup remaja saat ini yaitu gaya hidup konsumtif. Remaja pada dasarnya masih bergantung pada orang tua dan belum dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Dalam pandangan Buddhis, gaya hidup konsumtif merupakan pemuasan terhadap nafsu keinginan (tanha) yang berakar pada keserakahan (lobha) dan ketidaktahuan (moha). Upaya mengatasi gaya hidup konsumtif, yaitu:
1.        Hidup Seimbang (Samajivita)
Hidup seimbang yaitu hidup sesuai dan seimbang dengan penghasilan, atau hidup tidak boros. Manusia dianjurkan untuk hidup tidak boros, tidak hanya menggunakan kekayaan yang dimiliki hanya untuk bersenang-senang atau berfoya-foya. Selain itu seseorang harus menggunakan penghasilan dengan cara-cara yang benar, yaitu dengan menggunakan penghasilannya sebagai modal usaha. Supaya kekayaan yang telah dimiliki atau penghasilan yang telah diperoleh tidak habis, melainkan terus bertambah.
Materi dalam Agama Buddha bukanlah musuh yang harus dihindari, namun juga bukan pula majikan yang harus dipuja. Hendaknya seseorang bersikap netral terhadap materi serta mampu mempergunakannya sewajarnya sesuai dengan kebutuhan. Apabila manusia semua melaksanakan atau mempunyai pola hidup yang seimbang, tidak mempunyai pola hidup yang boros, yang hanya memuaskan nafsu keinginanya. Maka prilaku konsumerisme akan dapat teratasi dan akan tercipta suasanya yang harmonis dalam kehidupan berkeluaga maupun bermasyarakat.
2.        Mudah Merasa puas (Santutthi)
Dalam agama Buddha keseluruhan mekanisme pemenuhan kebutuhan digerakan oleh Tanha. Agama Buddha menawarkan penghentian keinginan yang berdasarkan Tanha dengan menggunakan rasa puas atau dalam bahasa pali berarti Santutthi. Santutthi berarti kepuasan hati menerima dengan iklas keadaan-keadaan pada saat saat tertentu. Menerima dengan keseimbangan batin (Upekkha) dan tanpa mengerutu. Seseorang harus puas dengan kehidupannya dan rumahnya, kendaraannya, pakainnya, makanannya, dan lain-lain yang diperoleh sesuai dengan penghasilannya. Mempunyai harta yang melimpah jika tidak tahu bagaimana menyimpan dan menggunakannya akan menimbulkan kegelisahan, kecemasan dan ketakutan. Manusia memang tidak akan pernah lepas dari keinginan, hal ini telihat pada kehidupan masyarakat dewasa ini, yang selalu memuaskan keinginan indera tanpa memikirkan akibat atau resiko yang disebabkan dari keinginannya. Manusia tidak menyadari bahwa setelah keinginan terpenuhi, maka akan timbul keinginan yang baru, maka tidak terpenuhinya keinginan akan mengakibatkan rasa tidak puas atau tidak senang.
 Bagi kebanyakan orang di jaman modern ini. Tidak mudah untuk merasa puas kerena seseorang memiliki keinginan yang tiada batas dan selalu muncul sepanjang hidup. Semua media cetak dan elektronik penuh dengan iklan di mana-mana terdapat sarana yang dapat meningkatkan keinginan. Akan tetapi tidak semua keinginan manusia dapat terpenuhi sehingga mengakibatkan orang mengalami frustasi dan jauh dari kebahagiaan, tidak ada kepauasan. Orang yang tidak puas tidak akan mencapai keberhasilan hidup baik secara duniawi maupun spritual.
3.        Kesederhanaan atau Sikap tidak Berlebihan
Manusia sekarang ini sudah jauh dari sifat kesederhanaan, manusia senantiasa mengikuti keinginannya untuk memuaskan hawa nafsu, yang tanpa memperhatikan akibatnya. Yang terjadi sekarang ini manusia cenderung jauh dari sifat kesderhanaan, manusia lebih senang berfoya-foya untuk memuaskan keinginan. Selain itu manusia senantiasa berpikiran bahwa mereka akan dihargai atau mempunyai status sosial yang lebih tinggi dalam masyarakat apabila memiliki atau mempunyai harta yang banyak, mempunyai barang-barang yang bagus, mempunyai mobil yang mewah. Demi tuntutan stasus sosial yang lebih tinggi maka seseorang berusaha memenuhi kebutuhannya. Sikap kesederhanaan dapat menjauhkan diri seseorang dari sifat keserakahan, yang dapat menghambat perjalanan menuju kepada kebebasan abadi atau Nibbana

KESIMPULAN
Remaja merupakan masa yang sulit karena merupakan masa peralihan dari anak menuju dewasa. Masalah-masalah yang sering dihadapi oleh remaja meliputi krisis moral, pergaulan, emosi, hubungan dengan orangtua, dan gaya hidup. Pengetahuan Dhamma sangat penting dipahami oleh remaja Buddhis. Pengetahuan tentang lima aturan moralitas, sahabat baik dan sahabat palsu, tilakkhana, kewajiban orangtua dan anak, serta gaya hidup sesuai ajaran Buddha dapat memberikan solusi dalam mengatasi masalah-masalah kehidupan remaja. Jadi, pengetahuan Dhamma memberikan solusi bagi kehidupan remaja saat ini.

0 komentar:

Posting Komentar