Kamis, 14 April 2016

Agama Buddha dan Teori Evolusi

Menurut Dhanariyo (2008) Buddhis memandang teori evolusi berdasarkan Buddha Vamsa, Aganna Sutta dan Cakkavati Sihanada Sutta dari Digha Nikaya. Menurut Buddha Vamsa manusia masa lampau tinggi besar, pernah suatu ketika tinggi manusia mencapai lebih dari sepuluh meter. Dan ukuran rata-rata manusia tidak selalu sama seperti yang dianggap oleh para ilmuwan selama ini, ukuran rata-rata dan usia rata-rata manusia berubah sejalan dengan waktu dan juga sejalan dengan tinggi atau rendahnya tingkat moral rata-rata manusia.
Dalam Cakkavati Sihanada Sutta bahwa umur manusia pada titik terendah moralnya hanya berusia sepuluh tahun, mungkin ukuran tubuh mereka juga akan semakin mengecil, mungkin tidak lebih tinggi dari setengah meter. Ini hanya suatu perkiraan tetapi bukan tidak mungkin hal ini akan terjadi. Seperti diketahui Pithecantropus erectus atau Pithecantropus mojokertensis yang merupakan suatu fossil yang tak terbantahkan, nampaknya bertolak belakang dengan teori evolusi Buddhis. Memang benar bahwa pithecantropus merupakan salah satu fosil primata tertua yang ditemukan sejauh ini, pithecanthropus yang dianggap merupakan nenek moyang cikal-bakal manusia ternyata tubuhnya sangat pendek.
Sebenarnya berdasarkan bukti-bukti yang ada nampaknya lebih masuk akal bila mengatakan bahwa Pithecantropus Erectus dan pithecantropus mojokertensis adalah sejenis kera yang berjalan tegak, bukan manusia purba dan manusia Heidelberg mungkin memang adalah fosil manusia. Bila asumsi ini yang dipakai maka akan sejalan dengan Buddha Vamsa, dan manusia tak perlu merendahkan dirinya dengan mengatakan berasal dari keturunan kera. Tinggi manusia rata-rata adalah jaman sekarang adalah satu setengah hingga dua meter, tetapi ada peninggalan tengkorak manusia yang tingginya kurang lebih tiga meter. Yang agak aneh para ahli prasejarah mengatakan bahwa tinggi rata-rata manusia awalnya kecil kemudian membesar (seperti manusia raksasa dari Heidelberg) lalu mengecil lagi seperti kita sekarang.
Dalam Aganna Sutta, Sang Buddha mengatakan bahwa bumi kita ini terbentuk bukan untuk yang pertama kali. Artinya bumi kita ini dulu pernah terbentuk kemudian kiamat, terbentuk kiamat, dan seterusnya sampai puluhan bahkan ratusan dan jutaan kali. Hal ini cocok dengan ‘Hukum kekekalan Energi’ bahwa energi tidak bisa diciptakan tetapi juga tidak bisa termusnahkan. Menurut Sang Buddha dalam Ghifarie (2007) bumi ini adalah energi dengan proses terbentuk dan kiamat yang berulang-ulang. Ketika bumi yang dulu kiamat maka pada waktu itu semuanya menjadi seperti kabut. Ini sesuai dengan teori terjadinya bumi dengan kabut dari Kant dan Laplace. Pada awalnya bumi kita ini adalah kabut yang panas dan bercahaya karena merupakan hasil ledakan dari bumi yang terdahulu. Kabut yang berupa cahaya ini berotasi/berputar sehingga lama-kelamaan terjadi penggumpalan di bagian pinggirnya dan ini memakan waktu jutaan, milliar-an bahkan trilliunan tahun. Karena pada saat bumi ini terbentuk masih berupa cahaya dan kabut gas maka makhluk-makhluk yang berupa cahaya datang kesini. Ini sesuai dengan teori frequensi yaitu jenis mencari jenis. Kemudian makhluk-makhluk yang berupa cahaya ini sama-sama berproses dengan bumi. Pada waktu pinggiran dari gumpalan kabut tersebut menggumpal, makhluk-makhluk yang berupa cahaya ini tergiur untuk mencicipinya dan terus demikian. Karena yang mereka cicipi itu adalah gumpalan-gumpalan dan bukan berupa kabut lagi maka cahaya makhluk-makhluk tersebut mulai berkurang dan hilang, badannya mulai tampak dan semakin lama semakin memadat, jenis kelaminnya pun mulai tampak, kemudian terjadi persilangan dan keturunan hingga akhirnya menjadi manusia. Ini sesuai dengan teori evolusi. Demikian pula di planet-planet lainnya. Mungkin di matahari, bulan dan planet-planet itu juga mempunyai makhluk-makhluk, tetapi bukan makhluk yang seperti manusia, ayam kucing, dan sebagainya. Jadi, semua itu sesungguhnya mempunyai makhluk-makhluk yang sesuai dengan kondisi karmanya masing-masing.
Dengan demikian kita ketahui bahwa agama Buddha itu melihat teori kehidupan bukan dari kasus penciptaan tetapi dari proses evolusi walaupun sampai saat ini masih belum diketahui apakah proses terjadinya kehidupan dalam agama Buddha sama dengan teori evolusi dari Darwin. Ini memang belum terbukti secara ilmu pengetahuan. Tetapi berita mengenai kelahiran kembali dan ditemukannya bahwa matahari itu lebih dari satu telah dibuktikan oleh ilmu pengetahuan. Agama Buddha hanya memberikan teorinya saja, ilmu pengetahuanlah yang akan membuktikannya.

sumber: Ainun Asmawati & Dyah   Ayu  Fajarianingtyas. 2011. Teori Evolusi Biologis dan Agama. Makalah. Jurusan Biologi. PPs UM. Malang

0 komentar:

Posting Komentar