Menurut Dhanariyo (2008) Buddhis memandang teori evolusi berdasarkan
Buddha Vamsa, Aganna Sutta dan Cakkavati Sihanada Sutta dari Digha
Nikaya. Menurut Buddha Vamsa manusia masa lampau tinggi besar, pernah
suatu ketika tinggi manusia mencapai lebih dari sepuluh meter. Dan
ukuran rata-rata manusia tidak selalu sama seperti yang dianggap oleh
para ilmuwan selama ini, ukuran rata-rata dan usia rata-rata manusia
berubah sejalan dengan waktu dan juga sejalan dengan tinggi atau
rendahnya tingkat moral rata-rata manusia.
Dalam Cakkavati Sihanada Sutta bahwa umur manusia pada titik terendah
moralnya hanya berusia sepuluh tahun, mungkin ukuran tubuh mereka juga
akan semakin mengecil, mungkin tidak lebih tinggi dari setengah meter.
Ini hanya suatu perkiraan tetapi bukan tidak mungkin hal ini akan
terjadi. Seperti diketahui Pithecantropus erectus atau Pithecantropus mojokertensis yang merupakan suatu fossil yang tak terbantahkan, nampaknya bertolak belakang dengan teori evolusi Buddhis. Memang benar bahwa pithecantropus merupakan salah satu fosil primata tertua yang ditemukan sejauh ini, pithecanthropus yang dianggap merupakan nenek moyang cikal-bakal manusia ternyata tubuhnya sangat pendek.
Sebenarnya berdasarkan bukti-bukti yang ada nampaknya lebih masuk akal bila mengatakan bahwa Pithecantropus Erectus dan pithecantropus mojokertensis
adalah sejenis kera yang berjalan tegak, bukan manusia purba dan
manusia Heidelberg mungkin memang adalah fosil manusia. Bila asumsi ini
yang dipakai maka akan sejalan dengan Buddha Vamsa, dan manusia tak
perlu merendahkan dirinya dengan mengatakan berasal dari keturunan kera.
Tinggi manusia rata-rata adalah jaman sekarang adalah satu setengah
hingga dua meter, tetapi ada peninggalan tengkorak manusia yang
tingginya kurang lebih tiga meter. Yang agak aneh para ahli prasejarah
mengatakan bahwa tinggi rata-rata manusia awalnya kecil kemudian
membesar (seperti manusia raksasa dari Heidelberg) lalu mengecil lagi seperti kita sekarang.
Dalam Aganna Sutta, Sang Buddha mengatakan bahwa
bumi kita ini terbentuk bukan untuk yang pertama kali. Artinya bumi kita
ini dulu pernah terbentuk kemudian kiamat, terbentuk kiamat, dan
seterusnya sampai puluhan bahkan ratusan dan jutaan kali. Hal ini cocok
dengan ‘Hukum kekekalan Energi’ bahwa energi tidak bisa diciptakan
tetapi juga tidak bisa termusnahkan. Menurut Sang Buddha dalam Ghifarie
(2007) bumi ini adalah energi dengan proses terbentuk dan kiamat yang
berulang-ulang. Ketika bumi yang dulu kiamat maka pada waktu itu
semuanya menjadi seperti kabut. Ini sesuai dengan teori terjadinya bumi
dengan kabut dari Kant dan Laplace. Pada awalnya bumi kita ini adalah
kabut yang panas dan bercahaya karena merupakan hasil ledakan dari bumi
yang terdahulu. Kabut yang berupa cahaya ini berotasi/berputar sehingga
lama-kelamaan terjadi penggumpalan di bagian pinggirnya dan ini memakan
waktu jutaan, milliar-an bahkan trilliunan tahun. Karena pada saat bumi
ini terbentuk masih berupa cahaya dan kabut gas maka makhluk-makhluk
yang berupa cahaya datang kesini. Ini sesuai dengan teori frequensi
yaitu jenis mencari jenis. Kemudian makhluk-makhluk yang berupa cahaya
ini sama-sama berproses dengan bumi. Pada waktu pinggiran dari gumpalan
kabut tersebut menggumpal, makhluk-makhluk yang berupa cahaya ini
tergiur untuk mencicipinya dan terus demikian. Karena yang mereka cicipi
itu adalah gumpalan-gumpalan dan bukan berupa kabut lagi maka cahaya
makhluk-makhluk tersebut mulai berkurang dan hilang, badannya mulai
tampak dan semakin lama semakin memadat, jenis kelaminnya pun mulai
tampak, kemudian terjadi persilangan dan keturunan hingga akhirnya
menjadi manusia. Ini sesuai dengan teori evolusi. Demikian pula di
planet-planet lainnya. Mungkin di matahari, bulan dan planet-planet itu
juga mempunyai makhluk-makhluk, tetapi bukan makhluk yang seperti
manusia, ayam kucing, dan sebagainya. Jadi, semua itu sesungguhnya
mempunyai makhluk-makhluk yang sesuai dengan kondisi karmanya
masing-masing.
Dengan demikian kita ketahui bahwa agama Buddha itu melihat teori
kehidupan bukan dari kasus penciptaan tetapi dari proses evolusi
walaupun sampai saat ini masih belum diketahui apakah proses terjadinya
kehidupan dalam agama Buddha sama dengan teori evolusi dari Darwin. Ini
memang belum terbukti secara ilmu pengetahuan. Tetapi berita mengenai
kelahiran kembali dan ditemukannya bahwa matahari itu lebih dari satu telah
dibuktikan oleh ilmu pengetahuan. Agama Buddha hanya memberikan
teorinya saja, ilmu pengetahuanlah yang akan membuktikannya.
sumber: Ainun Asmawati & Dyah Ayu Fajarianingtyas. 2011. Teori
Evolusi Biologis dan Agama. Makalah. Jurusan Biologi. PPs UM. Malang
0 komentar:
Posting Komentar